Dua Teguran untuk Ridwan Kamil Gara-Gara Postingan Ini

- Desember 10, 2018
"Yang memecah belah duluan itu pemerintahnya sendiri, selalu mengeluarkan slogan yang sepatutnya tak perlu dikeluarkan, contoh; "Saya pancasila" (lu kagak), 'Kita Indonesia' (kelen kagak), 'NKRI harga mati' (emang ada yang mau jual atau beli) dll, seolah-olah yang pihak oposisi bukan bagian dari itu. Dari zaman merdeka yang slogan-slogan begini itu muncul cuma jaman PKI. Nah sekarang kenapa dimunculin lagi?" kata seorang warganet bernama Atoz Althaf.

Kalimat Atoz tersebut menanggapi unggahan Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil (RK). 

"Indonesia hari ini versi kartun Majalah Tempo. Followers saya mah gak boleh seperti itu ya dan jangan ikut-ikutan. Latihan komen itu yang positif atau tahan. Boleh kritik tapi dengan adab bahasa yang baik. Setuju?

SELAMAT HARI KAMIS PENUH OPTIMIS, kita kejar bangsa lain dengan berkarya, berkreasi dan berinovasi setiap hari. SEMANGKA!," kata dia pada 6 Desember 2018.

Unggahan tersebut memang ramai karena dinilai kontraproduktif dengan kondisi sekarang. 

"Harusnya... kang Emil lebih mencari penyebabnya knapa ada Cebong ada Kampret... era SBY tdk seperti ini 10th beliau memimpin... Karena SBY menempatkan diri sebagai Bapak Semua Rakyat Indobesia tdk terkecuali... smentara skarng maaf... presiden seolah hanya presiden buat pemilih dan pendukungnya SAJA... dulu jmn SBY bahkan foto beliau di tempel di pantat kerbau.. tp beliau tetap mengayomi tdk marah di protes BBM sampe nangis nangis tuh pskn merah.

Kalau yg skarang... sampe mengatakan Sontoloyo, genderuwo dsb... dsan itu pematik kmarahan.. walo Alhamdulillah kita tetap bisa Tersenyum dlm kemarahan... btapa tdk jutaan umat berkumpul.. begitu Ramah, Aman dan Menyejukan... bahkan jadi kebanggan dunia dan mengharumkan INDONESIA," kata warganet bernama Dede Sopandi.
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search