tempo |
"Saya tidak hadir di Reuni 212 kemarin karena di pesantren pas dengan milad 28 pesantren," kata pengasuh Pondok Pesantren Daarut Tauhiid itu di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) dengan tema "Pasca Reuni 212: Menakar Elektabilitas Capres 2019" di tvOne, Selasa 4 Desember 2018.
"Acaranya cukup besar di Bandung sehingga lebih objektif melihat dari luar. Yang datang ke sana adalah istri. Pasti nanya istri yang mana," imbuh Aa yang disambut tawa hadirin. "Alfarini ini adalah seorang antroplog, jadi sengaja. Coba lihat apa yang dirasakan supaya lebih objektif," kata dia.
Ia meminta diri untuk bercerita tentang sesuatu kepada MC Karni Ilyas. "Kalau boleh saya menceritakan sesuatu ini urusannya tidak ada dengan polatak politik, tidak juga dengan jumlah-jumlah rating. Saya cuma ingin cerita perasaan. Boleh Pak Karni?"
"Saya pikir kenapa orang mau berkumpul begitu, nabung, jauh-jauh, apa sih sebenarnya yang menyebabkan orang-orang berbondong-bondong dengan penuh semangat, penuh dengan keteduhan, penuh dengan kasih sayang, bahkan saling menjaga. Rupanya ada sesuatu di dalam yang ingin disampaikan. Yang dirasakan namun sulit untuk diungkapkan. Mungkin sulit saluran untuk mengungkapkan," kata Aa Gym.
Sebagai anak Bangsa, Aa Gym merasa sakit hati ketika tudingan radikal ditujukan kepada umat Islam. "Saya sebagai anak bangsa juga seorang yang beragama Islam. Ada kepedihan ketika menyebut kata radikal. Seakan itu terhujam pada diri kami. Radikal, intoleran, mau memisahkan, anti Pancasila, teroris, itu tidak ditujukan langsung tapi seakan-akan padahal kami sangat mencintai negeri ini. Saya rela mati demi menjaga bangsa ini. Tetap penuh keberkahan di jalan Allah," ungkap dia.
Advertisement
EmoticonEmoticon