Aksi demonstrasi yang berujung kericuhan hingga menimbulkan korban jiwa pada akhir Agustus lalu masih menyisakan keprihatinan. Agar peristiwa serupa tidak kembali terulang, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah, meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi.
Ikhsan mengkritik keras sikap DPR yang menutup rapat akses
ke gedung parlemen saat aksi demonstrasi mahasiswa, buruh, dan masyarakat.
Menurutnya, sebagai “rumah rakyat”, DPR seharusnya bersifat terbuka, bukan
justru dibentengi pagar tinggi dan digembok.
“Rumah wakil rakyat dibangun oleh rakyat, digaji oleh
rakyat. Mengapa pintunya digembok dan dipagari tinggi? Hal itu tidak semestinya
terjadi. Di sejumlah negara lain, pagar gedung parlemen rendah bahkan terbuka
untuk rakyat,” ujar Ikhsan di Cikarang, Kabupaten Bekasi, belum lama ini.
Ia menilai sikap tertutup DPR berpotensi memicu kemarahan
massa. Mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi terhalang, sehingga aksi
meluas dan rentan disusupi pihak yang bermaksud menciptakan kerusuhan.
“Apabila pintu DPR dibuka, mahasiswa akan menyampaikan
aspirasi dengan tertib. Jangan salahkan publik apabila muncul rasa kecewa,
sebab justru wakil rakyat yang menutup diri,” tegas Katib Syuriyah PBNU ini.
Ikhsan juga mengusulkan agar pagar DPR dipangkas dan gerbang
dibuka untuk mempermudah akses rakyat. “Kalau perlu, pagarnya diperendah dan
tidak ditutup rapat-rapat. Polisi dapat mengawal jalannya aksi. Demonstrasi itu
sah dan dijamin oleh undang-undang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ikhsan menekankan bahwa DPR harus kembali pada
fungsi utamanya sebagai penyalur aspirasi rakyat. “Jangan sampai rakyat merasa
tidak memiliki rumah di gedung parlemen yang dibangun dari uang mereka
sendiri,” pungkasnya. []
EmoticonEmoticon